BAB
I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Hak
azasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara
kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak
untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak
kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan kesejahteraan yang oleh karena
itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun.
Banyak aktifitas yang dijalani oleh setiap manusia di
muka bumi ini, dengan porsi dan klasifikasi yang berbeda-beda. Hal tersebut
merupakan bentuk dinamika dalam kehidupan manusia itu sendiri yang saling
terkait satu sama lainnya.
Salahsatu
hal yang menyamakan mereka adalah adanya kepemilikan hak asasi yang sama, yakni
hak dasar yang bersifat personal dalam rangka untuk mengembangkan dirinya.
Dengan hak tersebut setiap individu manusia diharapkan mampu memperoleh
pengakuan atas eksistensi dirinya dalam lingkungan, baik dalam keluarga,
masyarakat maupun sampai kepada komunitas yang lebih luas atau bersifat
internasional.
Oleh
karena itu, sudah sepatutnya hak azasi seseorang tersebut mendapatkan
perlindungan secara konstitusional, agar antara manusia yang satu dengan yang
lainnya mampu lebih menghargai hak asasi tersebut sebagai sebuah anugerah Tuhan
yang tidak ternilai, sehinnga tidak bisa dirampas ataupun diperjualbelikan.
Menurut
UU no.26 tahun 2000, berbunyi : bahwa HAM merupakan hak dasar secara kodrati
melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng oleh karena itu
harus dilindungi, dihormati dan tidak boleh diabaikan.
Ada beberapa sifat HAM yang disebutkan dalam UU no.26
tersebut, yakni universal dan langgeng. Ini mengindikasikan bahwa pengakuan HAM
tersebut tidak terbatas pada satu bidang atau kelompok saja namun diterima
secara menyeluruh di dunia ini. Pendapat ini didasarkan pada pandangan barat
yang menganggap manusia sebagai konsep utama dalam penerapan HAM. Namun
tentunya pandangan mengenai ke-universal-an itu sendiri berbeda halnya dengan
pandangan HAM menurut pihak timur yang lebih kental aspek theosentris dan adat
istiadat budayanya.
Akan tetapi tidak peduli pandangan barat atau timur,
secara umum kita dapat menangkap penjelasan dari UU no.26 ini mengenai aspek
universalitas, bahwa setiap manusia memiliki hak asasinya masing-masing yang
patut dihargai dan dihormati dimana pun manusia itu berada. Manusia berhak
untuk mengaspirasikan apa yang menurut manusia tersebut butuhkan dengan catatan
tetap memperhatikan hak-hak orang lain yang tentunya ingin juga dihormati.
HAM bersifat langgeng dapat diartikan bahwa keberlakuan
HAM tersebut tidak mengenal expires atau kadaluarsa. HAM melekat pada diri
manusia hingga manusia tersebut mati. Sehingga dari hal tersebut diketahui
betapa pentingnya hak azasi bagi seorang individu untuk dijaga dan senantiasa
dijunjung tinggi.
B.
Pendekatan Normatif Hak Asasi Manusia (HAM) berdasar pada
Hakikatnya
Berdasarkan
beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang
beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu
diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara
otomatis.
b. HAM berlaku
untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan
politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai
hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
C. Pembagian dasar HAM menurut ragam dan bentuknya:
Pembagian Bidang, Jenis dan
Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi
pribadi / personal Right
-Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
-Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
-Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
-Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
-Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
-Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
-Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
-Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi
politik / Political Right
-Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
-hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
-Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
-Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
-Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
-hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
-Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
-Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi
hukum / Legal Equality Right
-Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
-Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
-Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
-Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
-Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
-Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi
Ekonomi / Property Rigths
-Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
-Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
-Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
-Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
-Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
-Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
-Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
-Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5.Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
-Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
-Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
-Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
-Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6.Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
-Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
-Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
-Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
-Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
BAB
II
PEMBAHASAN
Pada dasarnya konflik Israel-Palestina bermula akibat
dominasi kaum Yahudi terhadap bangsa Arab yang telah mendiami hamper seluruh
wilayah Palestina. Bangsa Yahudi
yang semasa Perang Dunia I tercerai berai., berusaha mengumpulkan kembali
seluruh kaumnya dan berniat mendirikan Negara Israel. Dukungan dari berbagai
negara yang memegang kekuasaan Palestina semakin membuat bangsa Yahudi bergerak
untuk menghimpun kembali bangsanya. Hal inilah yang kemudian berkembang menjadi
gerakan yang disebut Zionisme Yahudi. Karena Amstrong menyebutkan Zionisme
sebagai gerakan utnuk membangun tanah air Yahudi di Palestina yang merupakan
respon kaum Yahudi terhadap modernisasi yang paling imajinatif dan paling luas
jangkaunnya. Oleh karena itu, Zionisme hanya dapat dipahami sebagai gerakan
untuk membangun negara Israel yang dalam faktanya menjadi gerakan paling
berpengaruh, namun tetap saja Zionisme tidak dapat diklaim sebagai gerakan
seluruh orang Yahudi.
Pemilihan
negara palestina sendiri sebagai basis Bangsa Yahudi memang tak lepas dari
aspek teologis yang diyakini bangsa Israel. Mereka meyakini arti penting
Palestina yang awalnya menjadi basis ideologi sekular Yahudi sebagi ”tanah yang
dijanjikan Tuhan”. Konflik pun dipicu oleh klaim hak atas tanah Palestina dari
kedua pihak yang bertikai. Seperti ditulis Trias Kuncahyono, israel selalu
mengatakan posisi legal internasional mereka atas Jerussalem berasal dari
mandat Palestina (Palestine Mandate,24 juli 1922). Di pihak lain, palestina
juga menyatakan Jerusalem akan menjadi ibu kota negara Palestina merdeka di
masa mendatang atas dasar klaim pada agama, sejarah dan jumlah penduduk di kota
itu. Konflik pun sulit dihindarkan karena kedua pihak sama-sama mengkalim hak
atas tanah Palestina bukan hanya karena alasan latar belakang sejarah tetapi
juga menyangkut masalah symbol spiritualitas besar bagi kedua pihak yang
bertikai.
Pendeklarasian
negara Israel secara sepihak semakin menimbulkan amarah yang begitu besar dari
kalangan masyarakat Arab. Peperangan demi peperangan pun tak dapat dihindari.
Konflik bersenjata pertama antara Arab dan Israel pun terjadi hanya beberapa
hari setelah diproklamasikannya negara Israel. Perang 1948 ini lebih dikenal
dengan sebutan Al Nakba dan dimenangkan oleh Israel setelah lebih dari satu
tahun bertempur ketika perang berakhir pada tahun 1949 PBB pun mengakui
keberadaan negara israel, namun begitu israel sama sekali tidak mendapatkan
pengakuan diplomatis dari semua negara-negara Arab.
Pada
tahun 1967 konflik antara Arab Israel kembali pecah. Perang yang juga dikenal
dengan Six-Days War(perang enam hari)
ini kembali dimenangkan Israel. Perang ini membuat Israel berhasil merebut
wilayah Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir, Jerusalem Timur dan Tepi Barat
Yordania, dan Dataran Tinggi Golan dari Suriah. Kekalahan negara-negara Arab
ini kemudian dibalas dengan menyerang Israel tepat sebelum peringatan hari Yom Kippur pada tahun 1973. Perang Yom
Kippur ini mengakibatkan Israel terpaksa mengembalikan Semenanjung Sinai dan
Gaza kepada Mesir melalui sebuah perjanjian perdamaian pada tahun 1979.
Sejak
itu, sejumlah konferensi perdamaian pun dilakukan untuk mengakhiri konflik
antara Israel dan Palestina. Dimulai dengan Madrid
Conference yang dilaksanakan pada
tahun 1991 yang menghasilkan diterimanya pronsip ”Land for Peace” sebagai dasar
setiap upaya penyelesaian maslah Israel-Palestina, dan kemudian dilanjutkan
dengan Oslo Accords I pada tahun 1993
danOslo Records II atau persetujuan Taba pada tahun 1996 yang
menghasilkan ”Declaration of Principles” (DoP) yang ditandatangani di
Washington. DoP meletakkan suatu kerangka bagi Palestina untuk mengatur sendiri
secara terbatas Jalur Gaza dan Jericho (di tepi Barat).
Bulan Oktober
1998 kembali diadakan perundingan Wye
River I yang sebenarnya merupakan
kelanjutan dari ketentuan Oslo II yang belumtuntas diimplementasikan oleh
Israel. Dalam memorandum ini ditegaskan bahwa pemerintahan Israel harus menarik
pasukannya dan menyerahkan 13 % wilayah tepi Barat dalam tiga tahap, setahun
berikutnya yaitu pada tanggal 4 september 1999 diselenggarakan pertemuan Sharm El-Sheikh yang berhasil menetapkan memorandum Wye River II yang memuat tentang
penarikan lebih lanjut israel dari 10 % wilayah tepi Barat, pelepasan 350 orang
tawanan palestina, safe passage, pembangunan pelabuhan laut di Gaza, kerjasama
keamanan dan persetujuan mengenai status tetap. Pada tahun 2000, Amerika
Serikat menyelenggarakan perundingan Camp David yang membahas isu-isu utama
mengenai status kota Yerusalem, wilayah/batas negara palestina di waktu yang
akan datang, dan masalah pengungsi palestina. Perundingan yang berlangsung
selama dua minggu tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
Kemudian
di tahun 2003, Amerika Serikat bersama-sama Rusia, PBB dan Uni Eropa
memprakarsai rencana perdamaian Israel – Palestina yang dikenal dengan Peace Road Map ( Peta Jalan Damai ) yang
berupa sebuah pedoman perdamaian guna menyelesaikan konflik Petalisna – israel.
Road Map dideskripsikan sebagai suatu ”perfomance-based plan” yang pada intinya
menjabarkan langkah-langkah resiprokal yang harus diambil oleh kedua pihak
berdasarkan suatu ”timeline” dengan penetapan fase-fese yang harus dilalui.
Kemudian pada tahun 2007, Quartet on Middle East yang menggagas proposal peace
Road Map kembali mengadakan Konferensi di Annapolis dan pertama kali
membicarakan mengenai solusi dua negara .
Banyaknya
kinferensi perdamaian yang digagas untuk mengakhiri konflik Israel Palestina
ini memang selalu mengalami kegagalan. Hampir semua perjanjian yang diadakan
berisi tentang penarikan pasukan Israel dari daerah pendudukan serta pengkuan
bagi kedua belah pihak. Selain itu, berbagai perundingan yang digagas juga
selalu mengalami kendala akibat seringnya terjadi pergantian kepemimpinan di
tubuh Isarel. Pergantian pemimpin ini sangat berdampak bagi terlaksananya
perdamaian karena tiap-tiap pemimpin Israel memiliki cara yang berbeda dalam
menghadapi Palestina.
Konflik
antara Israel – Palestana tampaknya pun masih akan berlangsung lama sejak
kembali dimulainya invasi yang terjadi dijalur Gaza pada awal tahun 2009. Gaza,
yang sejak pemilu 2006 dimenangkan oleh Hamas menjadi sasaran tembakan dan
serangan oleh serdadu Israel. Ironisnya, serangan ini terjadi hanya sembilan
hari setelah habisnya masa gencatan senjata antara Israel dan Hamas pada 19
Desember 2008. Banyaknya pejuang Hamas dari kubu Palestina serta serdadu Isrsel
kembali menjadi korban. Tak cukup dengan serangan udara, pasukan Israel juga
mulai melakukan serangan darat yang dilengkapi dengan tank dan artileri dengan
dalih untuk mencegah serangan udara dilakukan oleh pejuan Hamas. Alasan yang
bersifat defensif inilah yang sejak dulu kerap dikeluarkan oleh Israel untuk
melegalkan setiap serangan yang dilancarkan.
Dalam
operasi militer yang terjadi di Gaza baru-baru ini, Israel mengarahkan kekuatan
dari berbagi lini. Diawali dengan serangan udara pada beberapa hari di awali
serangan darat. Semantara pengepuan yang dilakukan Israel ini otomatis membuat
jalur Gaza. Pengepungan yang dilakukan Israel ini otomatis membuat jalur Gaza
terosilasi dari dunia luar. Padahal, warga Palestina yang bermukim di Gaz ini
sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan dari pihak luar.
Sejak
kemenangan Hams di Gaza dalam pemilihan Umum 2006, Israel telah berulangkali
menutup perbatasannya dengan Gaza. Penutupan ini tentu mengakibatkan
tertutupnya akses perekonomian, akses kesehatan dan lain-lain bagi warga sipil
Gaza. Kelaparan dan kemiskinan pun menjadi masalah yang harus dihadapi oleh
warga Palestina yang bermukim di daerah tersebut. Apabila, semenjak invasi yang
dilakukan Israel, pintu perbatasan dengan mesir pun amat dibatasi dengan alasan
mencegah masuknya persenjataan yang ditunjukan untuk pejuang Hamas. Bantuan
kemanusian yang datang dari berbagai belahan dunia pun tidak diperbolehkan
melintas Gaza yang tentu saja membuat kaadaan warga sipil Palestina semakin
menderita.
Serangan
ini kemudian mendapat respon hebat dari masyarakat internasional. Aksi
menentang agresi militer di Gaza pun berlangsung gencar di berbagai negara.
Seluruh dunia dari berbagai negara, bangsa dan agama seakan bersatu mengencam
tindakan brutal yang dilakukan oleh Israel. Para penganut agama Yahudi
disejumlah negara oun ikut bersuara. Bahkan di Amerika Serikat sendiri muncul
aksi yang dihadiri sekurang-kurangnya dua puluh ribu orang yang menuntut
kekerasan dihentikan dan sekaligus mengkritik bantuan dana dan pasokan senjata
yang diberikan pemerintah Amerika Serikat kepada pemerintah Israel.
Kecaman
dan kutukan juga datang dari Indonesia. Respon masyarakat Indonesia yang
mayoritas beragama muslim pun datang dari berbagai bentuk. Mulai dari
demonstrasi, penyebaran selebaran hingga pengiriman relawan untuk berjihad
membantu rakyat Palestina melawan serangan Israel. Di Indonesia sendiri,
konflik Israel – Palestina ini memang telah terjadi isu konflik agama yang
sangat sensitif di kalangan masyarakat muslim. Pandangan ini di dasarkan pada
asumsi bahwa Pelastina diyakini sebagai salah satu simbol spiritualitas Islam,
dan korban yang berjatuhan di tanah Palestina secara umum adalah masyarakat
Islam. Karena itulah, demonstrasi yang banyak dilakukan olh masyarakat muslim
Indonesia berisi ajakan untuk memboikot semua produk yang berbahu Yahudi.
Demonstrasi anti Yahudi ini terjadi di hampir seluruh kota di Indonesia. Hal
ini menunjukan bahwa konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina telah
mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia terutama masyarakat muslim Indonesia.
Namun ternyata kutukan dan kecaman yang berdatangan dari berbagai belahan dunia
ini tidak membuat Israel menghentikan serangannya. Hingga sat ini korban pun
masih berjatuhan akibat ulah keegoisan serdadu Israel.
Substansi
Konflik
Berdirinya
Negara Israel berpijak dari Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
(MU PBB) Nomor 181 tentang pembagian wilayah Palestina yang ditetapkan pada
tanggal 29 November 1947. Pada saat itu, Majelis Umum PBB mengadakan pemungutan
suara dan mengeluarkan resolusi tersebut yang mengaskan membagi tanah
Palesytina menjadi dua bagian, yaitu 56 persen untuk Yahudi dan 4 persen untuk
Arab. Awalnya, kaum Yahudi hanya diberi Hak menguasai 56 persen wilayah
Palestina. Namun pada 11 Mei 1949, PBB mengesahkan penguasaan kaum Yahudi
terhadap 80 persen wilayah Palestina dengan mengakui keanggotaan Israel di PBB.
Pada tanggal 1
Mei 1998, Ben Gurion sebagai pimpinan Zionisme mengundang seratus orang
terkemuka dan para wartawan untuk menghadiri pertemuan di museum Tel Aviv, dan
ia memproklamasikan berdirinya Negara Yahudi di Palestina yang dinamakan Negara
Yahudi, areal Yerussalem berjumlah total 21,1 km2, 20 km2
yang membentuk wilayah Yerusalem baru. Setelah itu dibagi menjadi
wilayah-wilayah berikut sesuai dengan kesepakatan genjatan senjata tahun 1949 :
1.
Wilayah
Arab mencakup 2,4 km2, kira-kira 11,48 % wilayah kota.
2.
Wilayah
yang dijajah Israel mencakup 17.7 km2, kira-kira 86,03% wilayah kota.
3.
Wilayah
yang dikuasai oleh PBB mencakup 1 km2, kira-kira 4.39% kota.
Masalah perbatasan inilah yang menjadi substansi konflik
antara Israel dan Palestina sejak lama. Hal ini dikarenakan Israel menguasai
Palestina dengan menerapkan taktik ekspansionisme dan terorisme Negara. Bahkan
sejak pedeklarasiannya, Israel telah membuka front permusuhan dengan
Negara-negara Arab secara terus menerus. Israel selalu menganggap dan berupaya
untuk menjadiNegara terkuat di Timur Tengah dengan berusaha menghancurkan
Negara Arab yang dianggap berbahaya bagi keamanan Negara dan Eksistensi Israel
sendiri.
Klaim wilayah
Jerusalem ini telah menjadi sumber konflik karena dianggap penting oleh saat
membahas mengenai pembagian wilayah Jerusalem. Trias Kuncahyono mengutip
Dershowitz menuliskan, pembagian Jerusalem menjadi bagian Israel dan bagian
Palestina sulit untuk dilaksanakan karena peta demografi tidak mudah diubah
menjadi peta politik. Meskipun peta tersebut telah terbagi sebagai wilayah yang
dihuni orang-orang Israel dan wilayah lain yang dihuni orang-orang Palestina,
Jerusalem akan semakin sulit dibagi karena ia merupakan symbol tiga agama besar
yang letaknya saling berdekatan. Jerusalem adalah pusat Yudaisme, tempat
disalibnya Yesus dan kebangkitan serta kenaikannya ke surga, dan tempat yang diyakini umat islam sebagai
bagaian dari perjalanan spiritualitas Muhammad ketika mengalami perjalanan
malam dari Mesjid al Haram ke Masjid al Aqsha dan naik ke Sidratul Munthaha.
Bangsa yahudi
menganggap Palestina sebagai “the promised land” dan mayoritas mereka
meyakini bahwa Yerusalem harus kembali menjadi ibu kota Israel sebagai
intervensi Tuhan untuk mengembalikan hak bangsa Yahudi yang selama ini
tertindas. Menurut Ralph Schoenman, ada empat mitos yang menjadi pijakan bangsa
Yahudi untuk melegalisasi kedatangannya di Palestina, yaitu :
1.
Mitos
bahwa Palestina adalah “negeri tanpa bangsa untuk bangsa tanpa Negari”
2.
Mitos
demokrasi, bahwa Israel kelak merupakan satu-satunya Negara demokrasi di timur-tengah
3.
Mitos
keamanan, bahwa Israel dipaksa menghadapi ancaman besar dari Negara-negara Arab
sehingga menjadi penggerak kebijakan luar negeri Israel, dan
4.
Mitos holocaust bahwa Israel adalah
pewaris beban moral dari koraban holocaust oleh Nazi Jerman.
Selain
mitos tanah yang dijanjikan, mitos holocaust ini juga menjadi sandaran
historis yang menggerakkan bangsa Yahudi untuk mendapatkan wilayah Palestina.
Aspek
teologis yang melatar belakngi konflik ini memiliki pengaruh yang besar pada
kebijakan-kebijakan politik yang di ambil oleh Negara Israel. Dukungan
Negara-negara maju khususnya Amerika Serikat pada pendeklarasian Negara Israel
pada tahun 1948 semakin mengukuhkan kekuasaan Israel yang berada di tanah
Palestina. Jere L.Bacharach menuliskan ada dua peristiwa sejarah penting yang
menjadi pondasi bagi berdirinya Negara Yahudi di Palestina. Pertama adalah
perjanjian Sykes-Pycot 1916 antara inggris dan perancis yang membagi
peninggalan dinasti Utsmani di wilayah Arab. Pada perjanjian tersebut ditegaskan
bahwa Perancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Libanon, sedangkan Inggris
memperoleh wilayah jajahan Irak dan Jordania. Sementara Palestina dijadikan
status wilayah Internasional. Peristiwa penting yang kedua adalah deklarasi
Balfour pada tanggal 12 November 1917 yang ditanda tangani menteri luar negeri
Inggris Arthur James Balfour dimana Inggris mengakui hak-hak Yahudi yang
bersejarah atas Palestina, selanjutnya bersedia menyediakan fasilitas guna
terbentuknya satu tempat tinggal yang bersifat nasional bagi uamt Yahudi.
Dibawah Legitimasi
Sykes-Pycot dan deklarasi Balfour inilah warga Yahudi mulai melakukan migrasi
besar-besaran ke wilayah Palestina. Selain melakukan gelombang imigrasi yang
sangat cepat, warga Yahudi juga mulai melakukan dominasi terhadap sumber-sumber
alam palestina. Sikap kolonialisasi Yahudi ini konten mendapatkan reaksi yang
cukup keras dari rakyat paletina. Kerusuhan yang dilakukan oleh penduduk asli
sebagai bentuk protes mereka pada penduduk Yahudi pun tak dapat dihindari lagi.
Situasi seperti ini tentu tidak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus.
Karena itulah perlu perubahan yang mendasar dalam menangani permaslahan
Israel-Palestina.
Bentuk Pelanggaran
HAM Israel terhadap Palestina
Pelanggaran
HAM dalam Konflik Palestina-Israel 2008-2009
Dalam rangka memperingati Pengesahan Deklarasi Hak Asasi
Manusia (HAM) ke-60, Departemen Urusan Tahanan Palestina mempublikasikan
mengenai pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manusia, khususnya mengenai
tahanan Palestina, antara lain; 100 tahanan Palestina dalam beberapa tahun
terakhir ini, gugur syahid akibat siksaan di penjara Zionis Israel, 170 lainnya
ditembaki ketika ditangkap. Disebutkan pula, 47 tahanan gugur syahid akibat
minimnya pelayanan kesehatan di penjara Zionis Israel. Sejak tahun 1967, Rezim
Zionis Israel menangkap lebih dari 800ribu warga Palestina, 337 warga Palestina
hingga kini masih berada di penjara Zionis
Israel sejak intifada pertama tahun
1987 Menurut data The University of Iowa Center for Human Rights,
Bentuk-bentuk pelanggaran tersebut, Antara Lain :
-
Dua
anak laki-laki Israel Usia 4 & 5 tahun, ditembak mati di tempat tidur
mereka, bersama dengan ibu mereka oleh seorang pria bersenjata Palestina
mengklaim pembalasan atas tentara Israel membunuh militan Palestina senior (The
Daily Telegraph, Inggris, 2002).
-
Seorang gadis Palestina 10 tahun dari
As-Sawiya, ia meninggal karena usus buntu pecah, ketika itu ayahnya dicegah
oleh tentara Israel untuk membawanya ke rumah sakit di Nablus (B'Tselem:
Informasi Israel Pusat Hak Asasi Manusia di Daerah Pendudukan, 2003).
-
14
% pada tahun 2002 Israel yang mengatakan mereka akan meninggalkan rumah mereka
dan pindah jika mungkin karena takut dari kekerasan Israel-Palestina dan
walaupun mereka kemudian akan menanggung label yordim Ibrani negatif
("mereka yang pergi ke bawah"), kebalikan dari olim (
"orang-orang yang naik") ke Sion; pada tahun 2001, imigran Yahudi
dari Amerika Utara ke Israel berjumlah 1.159, turun dari 11% dari tahun
sebelumnya (Yahudi Telegraphic Agency, 2003).
-
22 % anak-anak keturunan Arab di Israel
benar-benar terpisah sistem sekolah umum selama 1999-2000 tetapi hanya menerima
14% dari seluruh jam mengajar sekolah (Human Rights Watch, 2001).
-
36
tahun pendudukan militer Israel di Tepi Barat dan Gaza (selanjutnya disebut
"Wilayah Pendudukan") sejak 1967 "Perang Enam Hari" antara
Israel, di satu sisi, dan Mesir, Yordania, dan Syria, di sisi lain, melampaui
Jepang 34 tahun pendudukan Korea untuk menjadi pendudukan militer terlama dalam
sejarah modern
-
55 tahun itu telah diambil sejak awal konflik
Israel-Palestina untuk sebuah rencana perdamaian internasional resmi
merekomendasikan pembentukan negara Palestina yang layak hidup berdampingan
dalam damai dan keamanan dengan Israel(IsraelStudies,2003).
-
65
% Palestina yang pengangguran telah meningkat antara Intifadah al-Aqsa mulai 29
September 2000 sampai Juni 2003, dengan sekitar 80.000 Palestina kehilangan
pekerjaan di Israel dan 60.000 hilang dalam Wilayah Pendudukan (Informasi
Pengembangan Kesehatan dan Policy Institute, 2003).
-
75 % dari penduduk Palestina di Wilayah
Pendudukan yang hidup di bawah garis kemiskinan $2 per orang, lebih dari 2/3
dari mereka anak di bawah usia 18 tahun (Informasi Pengembangan Kesehatan dan
Policy Institute, 2003).
-
87
anak-anak Israel ( usia ≤16 tahun) dibunuh "oleh warga sipil
Palestina" di Wilayah Pendudukan dan di Israel (usia ≤13 tahun) dari awal
Intifadah Pertama 9 Desember 1987, untuk "akhir Desember 2002") (
B'Tselem: Pusat Informasi Israel untuk HAM di Daerah Pendudukan, 2003).
-
92
anak-anak Israel ( usia ≤17 tahun) dibunuh "oleh orang Palestina" di
Wilayah Pendudukan dan "di dalam Jalur Hijau" dari Intifadah al-Aqsa
mulai 29 September 2000
-
31
Mei 2003 (Hak Asasi Manusia Palestina Monitoring Group, 2003).
-
15.000
perkiraan jumlah orang Palestina yang ditahan oleh pemerintah Israel antara
Maret 2002 dan Juni 2003, termasuk 6.000 dari mereka saat ini di penjara (350
dari mereka anak-anak), yang 1.700 berada di bawah penahanan administrasi
(termasuk 30 anak-anak) tanpa tuduhan atau pengadilan dan banyak dari mereka
yang terkena penyiksaan, menderita trauma psikologis, dan kekurangan perawatan
medis yang memadai (Informasi Pengembangan Kesehatan dan Policy Institute,
2003).
Konflik Israel-Palestina merupakan salah satu sengketa yang paling bertahan dan eksplosif dari semua konflik di dunia. Isu-isu yang terkait dari konflik ini antara lain; saling pengakuan, perbatasan, keamanan, hak-hak air, pengendalian Jerusalem, pemukiman Israel dan berkenaan dengan hukum mengenai pengungsi. Kekerasan yang dihasilkan dari konflik telah mendorong tindakan internasional, serta keamanan lainnya dan hak asasi manusia, baik di dalam dan di antara kedua belah pihak, dan internasional.
Sesuai dengan apa yang dikatakan Departemen Urusan Tahanan Palestina mengenai data pelanggaran HAM, khususnya mengenai tahanan Palestina, dalam laporan tersebut disinggung mengenai kondisi buruk penjara Zionis Israel, tempat penahanan warga Palestina, dan cara-cara penyiksaan para tahanan Palestina. Hal inilah yang dikatakan bahwa implikasi perang dapat menimbulkan pelanggaran terhadap penghormatan HAM.
Mengingat kehancuran yang telah terjadi atas bangsa Palestina, Israel berkewajiban moral untuk melakukan hal terbaik apapun yang mungkin dilakukan. Tindakan itu antara lain haruslah berupa bantuan bagi pembentukan sebuah negara berdaulat Palestina di seluruh Tepi Barat dan Gaza dengan ibukota Jerusalem Timur. Israel tidak boleh berkeberatan dengan negara Palestina ini, selain itu Israel harus menyiapkan landasannya melalui perbaikan-perbaikan yang tulus. Hal ini dapat menghentikan aksi-aksi kekerasan sporadis terhadap Israel, sebab hasrat bangsa Palestina yang sah untuk memiliki negara sendiri akan terwujud.
Konflik Israel-Palestina merupakan salah satu sengketa yang paling bertahan dan eksplosif dari semua konflik di dunia. Isu-isu yang terkait dari konflik ini antara lain; saling pengakuan, perbatasan, keamanan, hak-hak air, pengendalian Jerusalem, pemukiman Israel dan berkenaan dengan hukum mengenai pengungsi. Kekerasan yang dihasilkan dari konflik telah mendorong tindakan internasional, serta keamanan lainnya dan hak asasi manusia, baik di dalam dan di antara kedua belah pihak, dan internasional.
Sesuai dengan apa yang dikatakan Departemen Urusan Tahanan Palestina mengenai data pelanggaran HAM, khususnya mengenai tahanan Palestina, dalam laporan tersebut disinggung mengenai kondisi buruk penjara Zionis Israel, tempat penahanan warga Palestina, dan cara-cara penyiksaan para tahanan Palestina. Hal inilah yang dikatakan bahwa implikasi perang dapat menimbulkan pelanggaran terhadap penghormatan HAM.
Mengingat kehancuran yang telah terjadi atas bangsa Palestina, Israel berkewajiban moral untuk melakukan hal terbaik apapun yang mungkin dilakukan. Tindakan itu antara lain haruslah berupa bantuan bagi pembentukan sebuah negara berdaulat Palestina di seluruh Tepi Barat dan Gaza dengan ibukota Jerusalem Timur. Israel tidak boleh berkeberatan dengan negara Palestina ini, selain itu Israel harus menyiapkan landasannya melalui perbaikan-perbaikan yang tulus. Hal ini dapat menghentikan aksi-aksi kekerasan sporadis terhadap Israel, sebab hasrat bangsa Palestina yang sah untuk memiliki negara sendiri akan terwujud.
Dalam konflik Israel-Palestina, hal yang utama adalah integritas dan keutuhan wilayah. Ibukota Jerusalem merupakan jantung historis, spiritual, dan komersial Palestina. Kedaulatan negara di ibukota Jerusalem tidak mungkin dapat dipisahkan dari negara Palestina
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebelumnya
kita harus flash Back dan melihat akar permasalahan dari konflik yang kemudian terjadi ini, konflik yang berkepanjangan ini diindikasi
karena kedua kubu tidak memiliki kadaulatan dan pengakuan satu sama lain.
Israel yang telah berdiri sejak enam dekade silam kini telah memiliki komponen dan elemen
pendukung untuk menjadi sebuah negara yang berdaulat (wilayah, rakyat,
pemerintahan, hukum) sehingga sepatutnya harus negara – negara liga Arab yang
lain termasuk Palestina harus mengakui Israel sebagai satu kesatuan sebuah
negara Yang berdaulat.
Ditinjai dari sudut pandang Palestina, hingga saat ini
pula Palestina hanya dikenal dalam penyebutan bangsa. Dalam artian persatuan
rakyat di wilayah ini hanya diasumsikan sebagai sebuah kelompok yang berada
disatu kesatuan dalam sebuah wilayah, yang juga hingga saat ini tidak ada
pengakuan resmi dari PBB untuk anggapan Palestina sebagai negara yang
Berdaulat. Oleh karena itu sudah
sepantasnya apa yang kemudian yang diimpikan
oleh bangsa Israel untuk mendapatkan pengakuan resmi dari PBB dan Internasional
untuk menjadi suatu negara yang berdaulat harus segera direalisasikan.
Konflik Israel Palestina semoga saja dapat berujung di
meja perundingan yang menghasilkan kesepakatan damai. Tidak adal lagi
pelanggaran HAM, tidak ada lagi penyiksaan warga sipil, tidak ada lagi anak –
anak yang menjadi korban perang, tidak ada lagi wanita yang menjadi janda
karena ditinngal suaminya untuk berperang, tidak ada lagi rumah sakit dan tempat ibadah yang di bumi
hangsukan dan kemudian hanya satu yakni kedamaian di Palestina adalah harapan
rakyat Palestina, Harapan Dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
:
Trias Kuncahyono. Jerusalem:
Kesucian,konflik,dan Pengadilan akhi. Jakarta : Kompas,2008, Hal 256-257
Yeyen Rostiyani, Inside
Gaza : Genosida Israel di Gaza dan Palestina, Jakarta : Kinza Books, 2009
hal 71
Tidak ada komentar:
Posting Komentar