Sabtu, 24 Maret 2012

ANGSA TERBANG MENUJU CHINA



Memasuki tahun 2012, terdapat fenomena yang sangat menarik mengenai perkembangan teori angsa terbang. Dimana, China akan mengeser posisi Jepang sebagai pemimpinnya. Fakta ini diperkuat dari kajian sebuah lembaga konsultan bisnis, Goldman Sach memperkirakan PDB China melampaui Jerman  2010, melampaui Jepang  2015 dan melampaui Amerika Serikat (AS), tahun 2040. Sedangkan, menurut laporan World Bank yang dirilis tahun 1997, berjudul: ‘China 2020’, menggambarkan prestasi ekonomi China yang luar biasa mampu melipatduakan income percapitanya. Hebatnya lagi, untuk menjadi negara yang berpengaruh dalam perekonomian global, China hanya membutuhkan waktu sembilan tahun (1978-1987), sementara negara lain, seperti-Inggris membutuhkan 100 tahun, AS 47 tahun, Jepang 34 tahun, dan Korea Selatan 11 tahun. Dengan demikian, Asia telah mengkokohkan dirinya sebagai pusat perekonomi dunia yang tidak lagi berada di Eropa atau Amerika. Faktanya, kita telah menyaksikan kebangkitan ekonomi China yang melengkapi sejarah kesuksesan Jepang, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan Thailand dalam perekonomian global.
Belajar dari kesuksesan China, sudah saatnya Indonesia mengambil peran yang signifikan dalam perekomian Asia sebagai pusat pertumbuhan ekonomi global, mengingat modal yang dimiliki Indonseia sangat besar, seperti-jumlah penduduk yang akan menjadi nomor tiga di tahun 2030, letak geografisnya sangat strategis diapit dua benua dan dua samudera, ditepi Pasific Basin sebagai wilayah pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia,  sumber kekayaan alam  melimpah. Dengan kata lain, Indonesia memiliki semua syarat yang diperlukan untuk menjadi negara yang maju dan kuat.  Namun demikian, pemerintah harus memiliki political will guna merancang dan membangun masa depan negara dalam percaturan ekonomi Asia sebagai bagian dari pusat perkembangan ekonomi dunia yang akan dipimpin oleh China mengantikan posisis Jepang, sebagaimana yang dijelaskan dalam teori angsa terbang (the flying geese).
TEORI ANGSA TERBANG
Saburo Okita yang mencetuskan teori angsa terbang menganalogikan “kebiasaan” angsa di negara empat musim. Dimana, pada musim gugur segerombolan angsa akan terbang ke arah selatan untuk menghindari musim dingin dengan formasi berbentuk huruf "V" dengan satu peminpin di depannya. Teori ini menggambarkan bahwa perkembangan perekonomian kawasan Asia Pasifik layaknya seperti kawanan angsa dengan Jepang sebagai leadernya. Sedangkan, angsa-angsa lain seperti; China, Korsel, Taiwan, dan negara-negara Asia Tenggara berfungsi penyedia tempat bagi industri padat karya Jepang yang sangat tergantung pada teknologi Jepang. Kawasan Asia Tenggara berada pada posisi yang paling belakang dari formasi ini, namun demikian setiap angsa akan mengepakkan sayapnya guna memberikan "daya dukung". Dengan kata lain, angsa yang terbang di belakangnya tidak perlu bersusah-payah untuk menembus 'dinding udara' yang ada di depannya.
Dalam formasi "V", seluruh kawanan angsa akan dapat menempuh jarak terbang 71 persen lebih jauh daripada kalau setiap angsa terbang sendirian. Angsa yang besar dan kuat berada paling depan sebagai perisai melawan arus udara dan membuka jalan bagi angsa lainnya yang lebih lemah. Sebagaimana yang dibuktikan Dietrich Hummel, seorang insinyur penerbangan dengan pengaturan seperti ini dapat menghemat energi hingga 23 persen. Fakta lainnya, secara alamiah ketika angsa pemimpin yang terbang di depan menjadi lelah, maka akan terbang memutar ke belakang formasi dan angsa lain akan terbang menggantikan posisinya.
Kebangkitan ekonomi China dalam dasa warsa terakhir menjadikannya sebagai negara yang akan mengambil alih posisi Jepang. Tanda-tanda ke arah tersebut sudah terlihat jelas, dimana China telah menjadi salah satu negara industri terbesar di dunia dengan menyedot ketersediaan sumber daya alam dan manusia. Produknya telah membanjiri pasar-pasar di berbagai belahan dunia. Demikian pula, kemajuan iptek China mengalami lompatan yang sangat signifikan. Pencapaian secara ekonomi tentu akan berhubungan dengan posisi politik China di fora internasional. Oleh karena itu, China sangat diperhitungkan sebagai kekuatan ekonomi politik global dengan cadangan devisa 2, 85 triliun dollar. Bahkan, China sudah mampu melampaui Perancis, Jerman dan Inggris sebagai negara dengan ekonomi yang maju. Diperkirakan dalam 10 - 15 tahun mendatang, China akan mampu melampaui Jepang sebagai negara ekonomi terkuat di dunia, berdasarkan pertumbuhan ekonominya yang sangat pesat di atas negara-negara maju lainnya. Realitasanya, Amerika Serikat (AS) justru kian bergantung pada China, dimana defesit anggaran AS tahun 2009 melampaui 8,1 trilliun dollar AS dengan utang kumulatif mendekati 12 trilliun dollar AS.
BEJARA DARI CHINA
Di tengah kemajuan pesat perekonomian China, Indonesia dipredikasikan akan menjadi satu dari sepuluh negara besar di dunia dibidang ekonomi di tahun 2025. Dimana, pendapatan domestik bruto diperkirakan mencapai 3,7-4,4 triliun dolar AS, sementara pendapatan per kapita 12.800-16.160 dolar AS.  Untuk mewujudkan realitas tersebut Pemerintah Indonesia bisa belajar dari China yang telah menggunakan strategi seni Perang Sun Zi dalam mengelola sumber dayanya dengan mencetuskan, "kemampuan untuk mengalahkan musuh tanpa pertempuran sama sekali merupakan cermin strategi yang paling hebat", guna membanggun perekonomiannya. Dengan pertumbuhan ekonomi selalu di atas 10 persen (sebelum krisis), membuat negara-negara di dunia, termasuk  AS sangat ingin meningkatkan hubungan dengan China untuk menyangga perekonomian AS yang sedang limbung. IMF memperkirakan China telah menyumbang sekitar dua pertiga pertumbuhan ekonomi global tahun 2008-2010.
Kemajuan ekonomi China, pasca reformasi di tahun 1978 sangat fenomenal. Reformasi ekonomi yang dirancang dengan rapi dan konsisten dikembangkan ke masa depan sangat sukses, sehingga cadangan devisanya  mencapai 2, 85 triliun dolar AS (2011) dan mampu memberi subsidi ekspor. Pendapatan per kapita China sekarang sudah mencapai US$ 1.740 dengan pertumbuhan di atas 9 persen per tahun sejak 1978.  Melihat ke belakang, tiga puluh tahun yang lalu China punya jejak kaki yang sangat kecil sekali dalam perekonomian global. Dimana, pengaruhnya terbatas  pada negara-negara yang hanya mempunyai hubungan politik dan militer dengan China. Sekarang, China merupakan kekuatan ekonomi yang luar biasa; menjadi pusat industri manufaktur dunia, penyedia dana paling terkemuka, investor utama  dari Afrika sampai Amerika Latin, serta menjadi pusat sumber riset dan pengembangan berbagai industri yang mempunyai pengaruh ekonomi secara luas.
Kesuksesan China dalam percaturan perekonomian  global menandakan bahwa China telah berhasil mengangkat nilai-nilai humanisme dalam bidang perekonomiannya. Nilai-nilai humanisme, seperti kerja keras, disiplin, pantang menyerah, serta kreatif  telah mengantarkan China menjadi bangsa timur yang mandiri, kuat, dan sangat berpengaruh terhadap perekonomian dunia. Oleh karena itu, Indonesia seyogyanya belajar dari China bagaimana membangkitkan spirit “kemandirian” dibidang ekonomi untuk mengambil bagaian dari perekonomian global. Berdasarkan realitas yang ada, Indonesia seharusnya bisa menjadi bagian dari segerombolan angsa terbang dan sudah siap mengejarnya untuk menjadi pemimpin seperti  telah dilakukan China yang akan mengantikan posisi Jepang sebagai pemimpin dalam formasi V. Faktanya, Indonesia memiliki kearifan lokal nilai-nilai humanis yang belum dimanfaatkan sebagaimanaa yang dikembangkan China guna mendukung perekonomiannya. Kita, tunggu kinerja Pemerintahan  Administarsi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dibidang ekonomi tahun 2011.

Tidak ada komentar: